Man
ahabba syai’an fa huwa `abduhu (barang siapa yang
mencitai sesuatu pasti dia akan diperbudak olehnya)
Menurut
hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang
yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, orang juga bisa
diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga, ciri
dari cinta sejati ada tiga :
(1)
lebih suka
berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain,
(2)
lebih suka berkumpul
dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan
(3)
lebih suka
mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.
Bagi
orang yang telah jatuh cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia
lebih suka berbicara dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan membaca
firman-Nya, lebih suka bercengkerama dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
daripada perintah yang lain.
Dalam
al-Quran cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:
1.
Cinta mawaddah,
yaitu jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta
jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin
memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa
berfikir lain.
2. Cinta rahmah,
yaitu jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap
melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan
orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting
adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat
memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka
dalam al-Quran, kerabat disebut al arham, dzawi al arham, yakni orang-orang
yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih
sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak
sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang
disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah
dianjurkan untuk selalu bersilaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung
tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah
sekaligus biasanya saling setia lahir batin dan dunia akhirat.
3.
Cinta mail, yaitu
jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh
perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail
ini dalam al-Quran disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang
jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung
mengabaikan kepada yang lama.
4. Cinta syaghaf,
yaitu cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang
terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti
orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan.
Al-Quran menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya
Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5.
Cinta ra’fah,
yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya
kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya
meskipun salah. Al-Quran menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah
cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q.S. 24:2).
6. Cinta shobwah,
yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup
mengelak. al-Quran menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf
berdoa agar dipisahkan dengan Zulaikha yang setiap hari menggodanya (mohon
dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir
juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna
wa akun min al jahilin (Q.S. 12:33)
7. Cinta syauq (rindu).
Term ini bukan dari al-Quran tetapi dari hadits yang menafsirkan al-Quran. Dalam
surat al-Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barang siapa rindu berjumpa Allah Subhanahu
wa Ta’ala pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian
diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadits riwayat Ahmad; wa as’aluka
ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat
merasakan nikmatnya memandang wajah-Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa
dengan-Mu. Menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauzi dalam kitab Raudlat al-Muhibbin wa
Nuzhat al-Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih
(safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di
dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al
muhibbi.
8. Cinta kulfah,
yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang
positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al-Quran
ketika menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani
seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa
wus`aha (Q.S. 2:286)
Sumber:
dakwatuna.com
Belum ada tanggapan untuk "Cinta Menurut Al-Quran"
Posting Komentar